Menyiapkan Lompatan Kaderisasi, dari Mindset, Skillset dan Heartset
Di tengah arus perubahan yang begitu cepat, organisasi manapun di dunia ini dituntut lebih dari sekadar bertahan. Ia harus berani melompat. Melompat besar.
Lompatan kuantum. Sebuah perubahan yang tidak sekadar memperbaiki, tapi
melampaui batas-batas yang biasa.
Alhamdulillah, Allahu yarham Ustadz Asih Subagyo menulis
itu. Dua tulisannya yang reflektif. Menegaskan satu hal: transformasi
kepemimpinan bukan soal pergantian figur. Bukan sekadar ganti nama. Tapi soal
memastikan estafet perjuangan tetap hidup. Dalam garis visi, misi, dan jatidiri
yang kokoh.
Dua tulisan itu terasa seperti panggilan dalam “Mempersiapkan Transformasi Kepemimpinan”, Ustadz Asih menekankan kesinambungan kepemimpinan. Bahwa setiap generasi punya waktunya, tapi harus paham nilai dan arah perjuangan.
Di tulisan lainnya, “Lompatan Kuantum dalam Membangun dan
Mengembangkan Organisasi”, beliau menantang kita untuk keluar dari zona nyaman.
Berani melakukan perubahan mendasar. Tapi tetap berpijak pada Al-Qur’an dan
Sunnah.
Dua gagasan itu bila dirangkai, menjadi panduan strategis:
Kesinambungan nilai dan arah, agar estafet tidak terputus.
Keberanian berinovasi, agar organisasi tetap relevan dan hidup.
Di sinilah Mindset, Skillset, dan Heartset menemukan
maknanya.
Mindset adalah arah.
Transformasi kepemimpinan dimulai dari cara berpikir.
Kader yang punya mindset benar tahu apa amanahnya. Ia membaca zaman. Ia
menyiapkan arah baru tanpa keluar dari koridor wahyu.
Ustadz Abdullah Said sejak awal menanamkan ini: perjuangan ini bukan sekadar
membangun lembaga. Tapi membangun peradaban.
Skillset adalah kecakapan.
Kader harus bisa bekerja. Mengelola perubahan. Menyulap gagasan menjadi gerakan
nyata.
Bukan sekadar pandai pidato atau menulis laporan.
Skillset yang kuat adalah kemampuan menavigasi organisasi di era digital dan
disrupsi sosial, tanpa kehilangan nilai Islam sebagai poros.
Heartset adalah hati. Ruh. Niat. Keikhlasan.
Ustadz Abdullah Said mengajarkan: kaderisasi bukan mencetak manajer, tapi
manusia yang bertauhid secara kaffah.
Heartset membuat kader ikhlas, sabar, dan istiqamah. Membuat kepemimpinan bukan ambisi, tapi pengorbanan.
Tanpa heartset, organisasi Islam mudah terjebak formalitas. Tapi dengan
heartset yang hidup, setiap kader menjadi sumber energi spiritual, menyalakan
api perjuangan generasi berikutnya.
Transformasi kepemimpinan sejati menuntut perubahan
paradigma.
Dari menghafal sistem, menjadi menghidupkan nilai.
Dari mengikuti perintah, menjadi memaknai amanah.
Dari pelaksana, menjadi penggerak.
Pemimpin transformasional hidup dalam tiga kesadaran:
Kesadaran spiritual, sadar Allah-lah sumber arah perjuangan.
Kesadaran intelektual, paham visi dan strategi organisasi.
Kesadaran profesional, mampu menerjemahkan visi menjadi kerja nyata.
Ketiganya menghasilkan regenerasi kepemimpin organisasi yang bukan sekadar
pengganti, tapi pembaharu dalam kontinuitas.
Ustadz Asih mengingatkan: berani melompat, tapi pijakan
harus benar.
Lompatan tanpa arah menyesatkan. Pijakan tanpa keberanian membuat stagnan.
Organisasi Islam harus menyiapkan kader yang berpikir jauh
ke depan, tapi tetap bersujud dalam-dalam.
Inilah kombinasi ideal antara Mindset visioner, Skillset
adaptif, dan Heartset mukhlis.
Persis seperti warisan manhaj Ustadz Abdullah Said; kaderisasi yang tidak
sekadar mencetak pemimpin, tetapi penanggung jawab peradaban. Wallahu a’lam.
*)Refra Elthanimbary, nestref.com
Referensi:
https://hidayatullah.or.id/lompatan-kuantum-dalam-membangun-dan-mengembangkan-organisasi/
0 Komentar