Bagaimana Mempersiapkan Pemimpin 2045? Ini Kata Ustadz Abdullah Said

 

Menjelang Munas VI Hidayatullah di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta 20-23 Oktober mendatang, saya merasa seperti diajak duduk sebentar "menatap wajah" Sang Pejuang dan Visioner Dakwah Islam di Indonesia. Wajah yang sederhana, tajam, dan penuh kasih. Wajah yang membuat kita sadar, bahwa di tengah hiruk-pikuk dunia modern, di tengah isu kepemimpinan dan masa depan di hampir semua bangsa bangsa dan negara, ada orang-orang yang menandai zaman dengan langkah-langkah kecil yang sederhana, tapi pasti. Allahu Yarham Ustadz Abdullah Said, salah satunya.

Beliau bukan hanya pendiri Hidayatullah. Lebih dari itu, ia adalah simbol dari gagasan dan keteladanan yang tetap relevan, saat kita bicara tentang bonus demografi 2045, tentang pemuda yang akan mendominasi jumlah di negara ini, tetapi belum tentu mendominasi kualitasnya.

Mas Imam Nawawi (masimamnawawi.com), dalam tulisannya, menegaskan satu hal sederhana tapi dalam, bahwa Allahu Yarham Ustadz Abdullah Said memang bukan pemimpin yang berdiri di menara tinggi. “Beliau tidak memimpin dari atas menara, tapi hadir di antara sahabat-sahabatnya, hidup bersama mereka, dan menjadikan setiap detik sebagai ladang amal,” tulis Mas Imam.

Bayangkan itu! Pemimpin yang “tidur satu bantal” dengan orang-orangnya, makan bersama, dan tinggal di tempat seadanya. Tidak ada jarak, tidak ada protokol, tidak ada “tuan besar”. Ada hanya pengabdian yang hidup. Kepemimpinan baginya adalah hadir—bukan perintah, tapi teladan.

Saya suka satu hal yang Mas Imam Nawawi catat tentang cinta dan kepemimpinan. “Beliau tetap mencintainya,...” meski orang itu mungkin berbuat keliru. Cinta yang tidak naif, tapi realistis, yang menumbuhkan loyalitas, kepercayaan, dan energi yang berakar kuat. Kepemimpinan Islam, dari Abdullah Said, berdiri di atas mahabbah, bukan sekadar manajemen.

Prinsipnya juga sederhana tapi tajam seratus persen. Dalam ibadah, dakwah, muamalah—seratus persen beliau contohkan. Bukan setengah hati, bukan setengah iman. Saya membayangkan seorang pemuda hari ini, yang sibuk dengan notifikasi, tren, dan kepopuleran digital. Jika ia bisa meneladani itu, ia akan melihat bahwa totalitas tidak perlu rumit. Totalitas adalah konsistensi, kesungguhan, dan kesadaran bahwa Allah selalu melihat dan mempertanyakan kelak dipakai untuk apa usia muda kita.

Abdullah Said tidak menutup mata terhadap dunia. Ia peka terhadap isu sosial, lingkungan, bahkan geopolitik. Artikel Mas Imam Nawawi yang menyinggung gagasan beliau tentang hutan. “Menjaga hutan adalah ibadah,” kata Abdullah Said. Mas Imam menambahkan, “Beliau mengajarkan bahwa kepedulian terhadap bumi dan lingkungan adalah ekspresi iman yang konkret, bukan teori kosong.” Bayangkan seorang pemimpin yang menghubungkan nilai ilahiah dengan problematika manusia yang nyata, yang melihat alam sebagai bagian dari ibadah, bukan sekadar proyek teknis, tetapi sejatinya merusak bumi.

Abdullah Said juga memahami bahwa membangun peradaban berarti membangun manusia. Karakternya, pola pikirnya, relasinya dengan Tuhan dan sesama. Pembangunan fisik hanyalah sampingan. Yang utama adalah manusia-nya. Dan itu adalah pelajaran bagi siapapun dewasa ini, ketika kita berbicara tentang bonus demografi 2045. Kita tidak butuh generasi yang hanya pintar, tapi generasi yang tangguh dan cakap ruhani-nya, berakhlak, mantap secara ekonomi dan cerdas sosialnya, itulah yang akan menegaskan ber-Khidmad-nya Hidayatullah di masa Indonesia Emas itu.

Mas Imam Nawawi menulis: “Manhaj beliau adalah sekolah kehidupan; belajar darinya berarti belajar bagaimana menjadi manusia, bukan sekadar pemimpin.” Saya menangkap, bahwa sejatinya kepemimpinan itu adalah kehadiran, dan kehadiran seorang pemimpin harus dapat menyiapakan regenerasi kepemimpinan umat ini setelahnya, bukan sekadar meninggalkan karisma pribadi dirinya, hal itu dibuktikan oleh Allahu Yarham Ustadz Abdullah Said, dengan meninggalkan kader yang merawat eksistensi dan visi perjuangannya.

Sebagai generasi muda, pantas kiranya saya mengajak kita kembali merenung. Munas VI Hidayatullah bukan sekadar dijadikan forum evaluasi kerja atau penyelarasan di struktural organisasi. Lebih dari itu, ia adalah ruang tafakkur kolektif. Apakah kita mewarisi roh perjuangan Abdullah Said, atau sekadar lembaganya? Apakah sejatinya sudah menyiapakan dengan serius Abdullah Said-Abdullah Said kecil di setiap kampus, pondok pesantren, atau rumah-rumah kita?

Saya percaya, bonus demografi 2045 akan menjadi berkah atau bencana, tergantung arah spiritual dan etos generasi muda yang disipakan dengan serius. Abdullah Said mengajarkan etos itu: ikhlas, bersahaja, berilmu, dan berani memimpin. Etos itu lebih penting daripada sekedar strategi dan teknologi. Etos itu akan menjadi fondasi peradaban Islam.

Ustadz Abdullah Said menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan tentang posisi, tapi panggilan sejarah. Ia tidak menunggu waktu ideal, tapi menjadikan setiap waktu ladang amal untuk menyiapkan kader-kader terbaik dan disebar menyampaikan risalah peradaban. Dan itu yang membuatnya unik, relevan, dan abadi.

Bangsa ini, untuk menjadi besar di 2045, membutuhkan jiwa kepemimpinan yang hidup dalam ruh peradaban. Dalam hal itu, jejak Ustadz Abdullah Said tetap menjadi suluh yang menuntun, menyoroti jalan panjang menuju Indonesia yang berperadaban islam, tentu harus didukung dengan keseriusan kita semua dalam menyiapkan generasi muda yang punya heartset, mindset dan skillset paripurna sebagaimana  Allahuyarham  Ustadz Abdullah Said.

*)RefraElthanimbary, Pemuda Hidayatullah, tinggal di nestref.com

Referensi:

https://masimamnawawi.com/ust-abdullah-said-dan-ketajaman-analisisnya-dalam-merespon-isu-global/

https://masimamnawawi.com/meneladani-gaya-kepemimpinan-ust-abdullah-said/

https://masimamnawawi.com/menggali-mutiara-hidup-dari-m-natsir-dan-abdullah-said/

https://masimamnawawi.com/abdullah-said-bicara-kemerdekaan/

https://masimamnawawi.com/3-pelajaran-penting-dari-ustadz-abdullah-said/

https://masimamnawawi.com/begini-cara-ust-abdullah-said-memikat-hati-sahabat-sahabat-perjuangannya/

https://masimamnawawi.com/pandangan-ustadz-abdullah-said-perihal-pembangunan-yang-utama/

https://masimamnawawi.com/3-hal-menonjol-dari-sosok-ustadz-abdullah-said/

https://masimamnawawi.com/kisah-ustadz-abdullah-said-menjawab-keraguan-wartawan-tentang-nikah-mubarok/

https://masimamnawawi.com/ide-ustadz-abdullah-said-tentang-hutan/

https://masimamnawawi.com/menghadirkan-gagasan-dan-perjuangan-ustadz-abdullah-said/

https://masimamnawawi.com/kisah-ustadz-manandring-bersama-ustadz-abdullah-said/


0 Komentar

Type above and press Enter to search.