Demokritos: Sulit untuk Melawan Keinginan
Linimasa Threads
saya dipenuhi oleh berbagai kutipan filsuf dunia. Salah satu yang menarik
perhatian adalah kalimat sederhana namun sarat makna:
“Sulit untuk melawan keinginan; tapi mengendalikannya adalah tanda orang berakal sehat.”
Kalimat
ini milik Demokritos, seorang filsuf besar Yunani yang hidup sekitar tahun
460–370 SM. Ia merupakan murid dari Leukippos, tokoh pra-Socrates yang dikenal
sebagai pendiri Mazhab Atomisme.
Sekilas
tentang Atomisme dan Mazhab Elea
Rasa ingin tahu membuat saya menelusuri lebih jauh tentang Atomisme. Dalam penjelasan di laman Britannica. Atomisme menggambarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta tersusun atas partikel-partikel kecil yang tidak dapat diubah dan terlalu kecil untuk dilihat.
Keberagaman bentuk di alam muncul karena perbedaan bentuk, ukuran, dan konfigurasi dari partikel-partikel tersebut. Menariknya, pandangan ini muncul sebagai kritik terhadap Mazhab Elea, yang meyakini bahwa segala sesuatu adalah satu kesatuan dan menolak keberadaan ruang kosong.
Leukippos tidak sependapat. Ia berpendapat bahwa pengalaman indrawi juga valid sebagai sumber pengetahuan, sedangkan para filsuf Mazhab Elea menolak pengalaman indrawi dan hanya mengakui pengetahuan yang diperoleh melalui logika murni.
Secara sederhana, Mazhab Elea mengajarkan bahwa untuk mencapai kebenaran, seseorang harus memulai dari suatu asumsi logis, kemudian menurunkannya hingga muncul kontradiksi, untuk akhirnya menemukan kebenaran yang lebih pasti.
Perbedaan
pandangan ini menunjukkan bahwa filsafat, sejak awal, sudah menjadi ruang
dialog antara logika dan pengalaman, antara pikiran dan realitas.
Refleksi
atas Kutipan Demokritos
Kembali pada kutipan Demokritos di awal, “Sulit melawan keinginan,” saya merasa kata-kata itu begitu dekat dengan keseharian kita. Awalnya, saya tidak berniat membahas panjang lebar tentang sejarah filsafat Yunani.
Namun, rasa penasaran justru mendorong saya terus membaca dan mencari tahu. Mungkin inilah yang dimaksud Demokritos: betapa sulitnya melawan keinginan, bahkan keinginan untuk tahu sekalipun. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berada dalam situasi serupa.
Keinginan muncul dalam berbagai bentuk keinginan: untuk bermalas-malasan, untuk menunda pekerjaan, untuk berlama-lama di depan layar tanpa tujuan. Sering kali, kita sadar bahwa hal itu tidak membawa manfaat, tetapi tetap sulit menghindarinya. Di sinilah letak ujian sebenarnya: bukan sekadar melawan keinginan, tetapi mengendalikannya.
Kemampuan untuk mengendalikan diri adalah salah satu tanda kedewasaan berpikir. Ia melatih kita untuk menunda kepuasan, mengatur prioritas, dan memilih hal-hal yang membawa manfaat jangka panjang.
Mengendalikan keinginan bukan berarti mematikan semangat atau rasa ingin tahu, melainkan menata arah agar setiap dorongan kita memiliki tujuan yang lebih bermakna. Namun, tentu saja, kata-kata Demokritos tidak bisa dipahami secara mutlak. Dalam pandangan Islam, keinginan adalah bagian alami dari fitrah manusia.
Keinginan
tidak selalu buruk; justru ia bisa menjadi energi pendorong untuk berbuat baik,
beribadah, atau menuntut ilmu. Yang ditekankan dalam Islam bukanlah menolak
keinginan, melainkan menyeimbangkannya agar sejalan dengan tuntunan syariat.
Dengan demikian, ucapan Demokritos dapat diterima sejauh ia dipahami sebagai ajakan untuk mengendalikan keinginan yang menjerumuskan, bukan memadamkan keinginan itu sendiri. Ketika keinginan kita berjalan seiring dengan nilai-nilai ilahi, maka pengendalian diri menjadi bentuk kebijaksanaan yang sejati.
Kata-kata Demokritos menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan keinginan bukanlah perkara kecil. Di satu sisi, keinginan adalah sumber daya batin untuk tumbuh dan berkembang. Di sisi lain, tanpa kendali, ia dapat menjerumuskan manusia ke dalam kelalaian dan kesia-siaan.
Keseimbanganlah
yang menjadi kuncinya antara dorongan untuk tahu dan kemampuan menahan diri,
antara keinginan duniawi dan ketundukan pada kehendak Allah SWT. Seperti halnya
filsafat yang mencari kebenaran melalui akal, Islam menuntun kita untuk mencari
kebenaran melalui akal yang tunduk pada wahyu.
Mungkin
inilah makna terdalam dari kalimat Demokritos: bahwa mengendalikan keinginan
bukan sekadar urusan logika, tetapi juga perjalanan spiritual menuju
kebijaksanaan dan kedewasaan sejati.
Catatan
kaki:
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokritos
https://id.wikipedia.org/wiki/Leukippos
https://www.britannica.com/topic/atomism
https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Elea
https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Elea
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Pembuktian_melalui_kontradiksi
*) Refra
Elthanimbary, Penulis Buku Lakon Abadi (Mitra Karya: 2021), Aktivis Sosial,
Kadep Ristek Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah.
0 Komentar